Hari ini tepat 25 Desember 2014 di saat umat kristiani merayakan hari besar mereka yaitu hari natal, saya pulang ke surabaya. Ya, setelah melanglang kemana-mana selama 4 bulan dari Jakarta, Bandung, Cikampek dan Palembang akhirnya saya kembali menginjakkan kaki di kota kelahiran sekaligus kota kebanggaan saya SURABAYA.
Untuk rencana kepulangan kali ini, saya sudah merencanakan dari awal bulan. Saya tahu bakal ada traffic yang luar biasa padat pada libur natal sehingga membuat harga tiket dari moda transportasi apapun akan naik drastis. Awalnya saya ingin menggunakan moda kereta api namun sayang saya sudah kehabisan tiket dan terpaksa lah saya meng-update harga tiket pesawat setiap hari menunggu ada keberuntungan menghampiri ada harga tiket murah. Akhirnya dapatlah tiket pesawat dari Bandung menuju Surabaya dengan harga yang masuk kategori dan jam berangkat yang sesuai.
Jika biasanya saya naik pesawat, saya tidak pernah ada ekspektasi akan banyak mengobrol dengan orang baru (maklum ketika naik pesawat saya selalu tertidur ketika pesawat sudah lepas landas) namun pengalaman naik pesawat kali ini sungguh berbeda. Bagaimana tidak ketika saya duduk di waiting room saja saya sudah asyik ngobrol dengan ibu-ibu yang baru pindah ke Surabaya. Beliau bernama Ibu Vera, seorang karyawati sebuah bank dan pebisnis. Dari awal kenalan saja kami sudah agak nyambung karena memiliki berbagai persamaan yaitu pernah tinggal di daerah cikampek. Ternyata beliau pernah tinggal di daerah purwakarta dan memiliki banyak kenalan dengan pegawai Pupuk Kujang (tempat dimana saya bekerja sekarang). Yang lebih exciting adalah ketika beliau tiba-tiba meminta nomer hape saya dan memberi nama kontaknya dengan nama "Andryan Pupuk Kujang". Wooow...ada apakah sehingga saya sebegitu pentingnya bagi dia hingga di save dengan nama seperti itu. Keakraban kami jauh lebih meningkat ketika dia membicarakan mengenai bisnisnya dan saya juga tertarik untuk mencoba peruntungan dengan belajar bisnis. Beliau dengan sabar menceritakan bagaimana bisnisnya mengenai berdagang nasi padang. Sehari dapat omset berapa, dengan modal berapa dan untung yang didapat berapa. Beliau meng-encourage saya untuk mencoba bisnis pula. Dan tentu saja saya bersemangat sekali dalam hal ini sehingga obrolan kami terus berlanjut hingga tak terasa panggilan masuk pesawat berkumandang.
Ketika masuk pesawat saya pikir ritual saya akan terulang ketika melihat partner duduk saya yaitu seorang bapak-bapak muda dan seorang nenek yang masih belum terlalu tua. Yaa saya taksir sekitar umur 50an. Namun semua terasa sirna ketika ternyata nenek tersebut meminta saya bertukar bangku. Otomatis saya harus mengadakan kontak dengan bapak tadi untuk kesediannya bergeser. Saya yang awalnya duduk dekat koridor dan bapak tersebut duduk tengah kini berganti formasi dengan bapak tersebut duduk dekat jendela, saya yang di tengah dan nenek tersebut duduk di dekat koridor.
Sebuah kejadian kurang mengenakkan terjadi pula saat seorang pramugari dengan kurang sopannya menyuruh sang nenek tadi memindahkan tasnya sendiri ke kabin depan. Otomatis nenek tersebut menggerutu. Ternyata kejadian tersebut memicu dia untuk bercurhat ria kepada saya. Dari informasi dia, saya tahu bahwa ternyata dia sudah berkeliling dunia. Mulai dari Jepang, Korea, Eropa sudah ia jelajahi semua. Boleh juga nenek ini pikir saya. Ketika saya menanyakan bagaimana bisa dia seperti itu, dia dengan entengnya menjawab bahwa dia memang hobi traveling. Asal tabungan cukup dan ada kesempatan dengan harga tiket yang murah, tentu dia berangkat. Dia bercerita bahwa pelayanan pramugari yang paling baik adalah di Jepang. Kejadian seperti dia disuruh membawa tas seperti tadi tak akan terulang karena disana orang tua sangat dihormati. Dia juga sangat antusias bercerita mengenai bagaimana perjalanan dia di Yunani dan Turki. Intinya, dia sukses menginspirasi saya agar bisa menjelajah dunia. Bagaimana bisa nenek seperti dia (yang ternyata usianya memang 58 tahun) bisa tahu segala keindahan dunia sedangkan saya yang masih muda diam saja.
Pembicaraan mengenai dunia berhenti ketika nenek tersebut memejamkan mata. Saya tidak sampai hati mengganggu beliau yang mungkin ingin istirahat. Namun pembicaraan saya berlanjut dengan bapak-bapak samping kanan saya. Kami mengobrol soal pekerjaan dan saya bertanya bagaimana pengalaman dia menjadi bapak yang punya anak umur 3 bulan. Dari obrolan itu pula dia bercerita bahwa dia pernah punya teman juga yang pernah bekerja di dunia pupuk dan sekarang sudah pindah ke oil n gas. Kami bercerita dari awalnya kaku sehingga dia saya panggil "pak" menjadi sangat luwes dengan bahasa khas suroboyoan dan dia saya panggil "mas". Betapa tidak terasanya hingga akhirnya pesawat kami pun akhirnya landing.
Dari perjalanan singkat ini saya mendapatkan sebuah pesan yang sangat berharga sebagai kesimpulan. Hidup yang cuma sekali ini sangat rugi sekali apabila hanya kita habiskan untuk tidur belaka. Even di pesawat atau di perjalanan manapun nikmat sekali untuk digunakan tidur namun sesungguhnya ada pengalaman lain yang bisa kita dapatkan. So, saya berharap dapat mengurangi tidur saya dan bisa mendapatkan pengalaman-pengalaman berharga seperti hari ini.